Pada laporan keuangan 2023, PT Wijaya Karya Tbk. (WIKA) mencatat rugi tahun berjalan sebesar Rp 7,8 triliun. Angka tersebut naik drastis dibandingkan tahun lalu senilai Rp 12,6 miliar. Lebih ke belakang lagi tahun 2021 mencatatkan laba Rp 214 miliar dan tahun 2020 Rp 322 milliar. Nampak bahwa 2 tahun terakhir perusahaan kontraktor ini mengalami penurunan yang sangat drastis.
Apa yang terjadi pada BUMN karya ini? Mengutip laporan keuangannya, dari segi pendapatan sebetulnya ada peningkatan dari 21,4 triliun di tahun 2022 menjadi 22,5 triliun di tahun 2023. Lalu dari mana sumber kerugian besarnya? Dari bisnis utamanya yaitu kontraktor Wika mencatatkan pendapatan sebesar Rp 11,8 triliun. Naik dari tahun sebelumnya Rp 10,7 triliun. Beban pokok pendapatan adalah Rp 11 trilin. Tahun sebelumnya adalah Rp 9,7 triliun. Artinya, dari bisnis inti perusahaan ini masih mampu menciptakan laba kotor Rp 0,8 triliun, walaupun turun dari tahun sebelumnya yang Rp 1 triliun.
Segmen pendapatan terbesar kedua Wika adalah dari industri atau manufaktur. Nilainya adalah Rp 5 triliun. Turun dari tahun sebelumnya yang Rp 5,7 triliun. Segmen pendapatan ini berkontribusi menghasilkan laba kotor Rp 0,3 triliun. Turun dari tahun sebelumnya yang Rp 0,6 triliiun.
Segmen pendapatan ketiga adalah segmen energi dan industrial plant. Nilainya adalah Rp 4,1 triliun, turun dari 3,9 triliun pada tahun sebelumnya. Segmen ini berkontribusi menghasilkan laba kotor Rp 0,2 triliun. Tahun sebelumnya adalah Rp 0,4 triliun.
Dari tiga segmen terbesar tersebut Wika mengantongi laba kotor Rp 1,3 triliun. Walaupun turun dari tahun sebelumnya yang Rp 2 triliun, laba kotor ini masih bisa menutup biaya operasional perusahaan yang Rp 1 triliun. Masih ada laba sekitar Rp 0,3 triliun.
Lalu masalahnya di mana? Catatan tentang beban lain-lain tahun 2023 menginformasikan adanya kerugian penurunan nilai sebesar Rp 3,3 triliun dan penghapusan pekerjaan dalam proses konstruksi sebesar Rp 0,8 triliun. Total beban lain-lain adalah Rp 5,4 tiliun. Naik dari tahun sebelumnya yang Rp 1,3 triliun.
Kerugian lain-lain tersebut terjadi karena Wika terlalu berani memebelanjakan asetnya untuk investasi di luar bisnis intinya sebagai kontraktor. Kita lihat neracanya. Dari total aset Rp 66 triliun, porsi terbesar berada pada investasi ventura bersama Rp 12 triliun. Persediaan Rp 11,4 triliun yang didominasi oleh persediaan bisnis real estat sebesar Rp 9 triliun. Bandingkan aset piutang kepada pemberi kerja yang hanya Rp 2,3 triliun dan pekerjaan dalam proses proyek konstruksi yang Rp 4 triliun.
Bagaimana posisi struktur modalnya? Aset Wika tahun 2023 adalah 65,9 triliun. Menurun 13% dari 75 triliun di tahun 2022. Aset sebesar itu diperoleh dari ekuitas sebesar Rp 9,5 triliun. Sisanya sebesar Rp 56,4 triliun berasal dari utang. Rasio utang terhadap ekuitas adalah 5,9. Utangnya 5,9 kali lebih besar dibanding modal sendiri. Jelas sekali bahwa Wika membiayai investasi di luar bisnis kontaktor sebagai core competence nya dengan dana utang. Dan sebagai bisnis baru, wajar jika harus melalui proses pembelajaran yang berakibat rugi lain-lain sebagaimana angka di atas.
Bahaya atau tidak? Kita cermati laporan arus kas tahun ini. Arus kas operasionalnya minus sebesar Rp 2,89 triliun. Penerimaan kas sebesar 23,7 triliun ternyata lebih tinggi dari pendapatan yang di laporan laba rugi dibukukan sebesar Rp 22,5 triliun. Salah satu penyebabnya adalah penurunan tagihan bruto pemberi kerja yang semula Rp 6,4 triliun posisi tahun lalu menjadi Rp 4 triliun pada tahun 2023. Artinya, Wika menagih piutang lebih kencang dari volume bisnisnya.
Setalah dikurangi dengan pembayaran kepada pemasok, gaji direksi dan karyawan, bunga dan pajak akhirnya kas operasional Wika minus Rp 2,89 triliun. Kondisinya hampir sama dibanding tahun lalu yang juga minus 2,88 triliun. Sementara itu, di sisi lain Wika juga harus menggelontorkan kas untuk investasi sebesar Rp 1,3 triliun. Minus sebesar itu ditambal dengan menambah utang sebesar 3 triliun dilihat dari penerimaan jangka pendeknya. Jelas sekali dalam 2 tahun terakhir kondisi kas Wika kobol-kobol. Bisa jadi kondisi di lapangan lebih parah karena bisa jadi ada kewajiban operasional yang terlambat di bayar sehingga belum dilaporkan pada arus kas operasional.
Utang jangka pendeknya banyak sekali bank. Sekedar menyebut beberapa diantaranya: Bank Mandiri 7,88 triliun, BNI 990 miliar, BRI 500 miliar, BSI 258 miliar, BTN 155 miliar, BTPN 1,4 triliun, HSBC 982 miliar dan masih banyak lagi.
Apakah tidak ada solusi? Jika mau alternatifnya adalah dengan menerbitkan saham baru. Menguangkan intangible asset untuk mendapatkan modal murah tanpa bunga. Mungkinkah? Mari kita lihat kemungkinannya. Nilai seluruh saham Wika hari ini adalah Rp 9,09 triliun. Pemerintah masih pegang 65%. Misalkan Wika menerbitkan saham baru sebesar 40% dari posisi saat ini, maka akan diperoleh dana sekitar Rp 3,63 Triliun. Masih jauh dari total utang Rp 56,4 triliun. Sudah begitu, langkah ini tidak mungkin akan bisa diterima karena dengan demikian pemerintah tinggal pegang saham sekitar 30%. Itupun belum cukup. Pemerinah harus terdilusi lebih dalam lagi. Pemerintah bukan lagi pemegang saham pengendali. Ini adalah pil pahit yang terlalu pahit.
Alternatif lainnya adalah dengan melego aset-aset non bisnis inti. Tetapi ini juga tidak mudah. Jika dipaksakan bisa jadi harganya akan jauh di bawah nilai buku. Menjadi kerugian yang tidak tanggung-tanggung. Ini juga pil pahit yang sangat pahit.
Begitulah kondisi BUMN ini. Seperti menghadapi jalan buntu. Menerbitkan saham tidak bisa menjadi jalan keluar. Sementara manajemen akan terus dipusingkan dengan membayar utang yang terus jatuh tempo akibat bisnis baru di luar core competence. Bisnis non kontraktor. Lalu bagaimana? Tuhan memberikan masalah selalu dengan solusinya. Harus ada pil pahit yang ditelan. Itu PR besar direksi akibat kesalahan strategi masa lalu. Saya yang bukan pemegang saham, direksi, atau karyawan Wika hanya bisa mengambil pelajaran tentang pentingnya fokus pada core competence. Anda bagaimana?
Ditulis di Jakarta pada tanggal 2 Mei 2024 oleh Reno Adrian, konsultan SNF Consulting.
Diskusi lebih lanjut? Silakan bergabung Grup Telegram atau Grup WA KORPORATISASI atau hadiri KELAS KORPORATISASI
Anda memahami korporasi? Klik untuk uji kelayakan Anda sebagai insan korporasi